Entri Populer

Sabtu, 07 April 2012

lanjutannyee nyy....

sejarah wilayah kramat jatiHek

Tempat yang terletak antara Kantor Kecamatan Kramatjati dan kantor Polisi Resor Kramatjati, sekitar persimpangan dari jalan Raya Bogor ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII) terus ke Pondokgede, dikenal dengan nama Hek.


Rupanya, nama tersebut berasal dari bahasa Belanda. Menurut Kamus Umum Bahasa Belanda – Indonesia (Wojowasito 1978:269), kata hek berarti pagar. Tetapi menurut Verklarend Handwoordenboek der Nederlandse Taal (Koenen- Endpols, 1946:388), kata hek dapat juga berarti pintu pagar (“..raam-of traliewerk…”). Dari seorang penduduk setempat yang sudah berumur lanjut, diperoleh keterangan, bahwa di tempat itu dahulu memang ada pintu pagar, terbuat dari kayu bulat, ujung – ujungnya diruncingkan, berengsel besi besar – besar, bercat hitam. Pintu itu digunakan sebagai jalan keluar – masuk kompleks peternakan sapi, yang sekelilingnya berpagar kayu bulat. Kompleks peternakan sapi itu dewasa ini menjadi kompleks Pemadam Kebakaran dan Kompleks polisi Resort Keramatjati. Sampai tahun tujuh puluhan kompleks tersebut masih biasa disebut budreh, ucapan penduduk umum untuk kata boerderij, yang berarti kompleks pertanian dan atau peternakan.


Kompleks peternakan tersebut merupakan salah satu bagian dari Tanah Partikelir Tanjoeng Oost, yang pada masa sebelum Perang Dunia Kedua terkenal akan hasil peternakannya, terutama susu segar untuk konsumsi orang – orang Belanda di Batavia.


Condet

Kawasan Condet meliputi tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Batuampar, Kampung Tengah (dahulu disebut Kampung Gedong), dan Balekambang termasuk wilayah Kecamatan Kramatjati, Kotamadya Jakarta Timur.


Nama Condet berasal dari nama sebuah anak sungai Ci Liwung, yaitu Ci Ondet. Ondet, atau ondeh, atau ondeh – ondeh, adalah nama pohon yang nama ilmiahnya Antidesma diandrum Sprg.,termasuk famili Antidesmaeae (Fillet, 1888:128), semacam pohon buni, yang buahnya biasa dimakan.

Data tertulis pertama yang menyinggung – nyinggung Condet adalah catatan perjalanan Abraham van Riebeeck, waktu masih menjadi Direktur Jenderal VOC di Batavia ( sebelum menjadi Gubernur Jendral ). Dalam catatan tersebut, pada tanggal 24 September 1709 Van Riebeck beserta rombongannya berjalan melalui anak sungai Ci Ondet “Over mijin lant Paroeng Combale, Ratudjaja, Depok, Sringsing naar het hooft van de spruijt Tsji Ondet”,..(De Haan 1911: 320).


Keterangan kedua terdapat dalam surat wasiat Pangeran Purbaya (tentang tokoh ini dapat dilihat dalam tulisan ini pada entri: Kebantenan), yang dibuat sebelum berangkat ke pembuangan di Nagapatman, disahkan oleh Notaris Reguleth tertanggal 25 April 1716. Dalam surat wasiat itu antara lain tertulis, bahwa Pangeran Purbaya menghibahkan beberapa rumah dan sejumlah kerbau di Condet kepada anak – anak dan istrinya yang ditinggalkan (De Haan, 1920:250).


Keterangan ketiga adalah Resolusi pimpinan Kompeni di Batavia tertanggal 8 Juni 1753, yaitu keputusan tentang penjualan tanah di Condet seluas 816 morgen (52.530 ha), seharga 800 ringgit kepada frederik willem Freijer. Kemudian kawasan Condet menjadi bagian dari tanah partikelir Tandjoeng, Oost, atau Groeneveld (De Haan 1910:51).


Cililitan

Kawasan Cililitan dahulu terbentang dari sungai Ci Liwung di sebelah barat, sampai sungai Ci Pinang di sebelah timur. Sebelah selatan berbatasan dengan kawasan Kampung Makasar dan Condet. Di sebelah utara berbatasan dengan kawasan Cawang . Bagian sebelah barat Jalan Dewi Sartika sekarang sebatas simpangan Jalan Kalibata, biasa disebut Cililitan Kecil, sedangkan yang terletak disebelah timur Jalan Raya Bogor, dikenal dengan nama Cililitan Besar. Dewasa ini nama Cililitan dijadikan nama kelurahan, Kelurahan Cililitan, Kecamatan Kramatjati, Kotamadya Jakarta Timur.


Nama Cililitan diambil dari nama salah satu anak sungai Ci Cipinang. Dewasa ini anak sungai tersebut sudah tidak ada lagi bekas – bekasnya. Kata ci, adalah bahasa Sunda, mengandung arti “air sungai” Lilitan lengkapnya lilitan – kutu, adalah nama semacam perdu yang bahasa ilmiahnya Pipturus velutinus Wedd., termasuk famili Urticeae (Fillet 1888:201).


Pada pertengahan abad ke- 17 kawasan Cililitan merupakan bagian dari tanah partikelir Tandjoeng Oost, ketika masih dimiliki oleh Pieter van der Velde (De Haan 1910:50). Kemudian beberapa kali berpindah pindah tangan. Sampai diganti namanya menjadi lapangan Udara Halim Perdanakusumah. Lapangan udara tersebut biasa disebut Lapangan Udara (vliegeld, kata orang Belanda) Cililitan.


Cawang

Kawasan Cawang dewasa ini menjadi sebuah kelurahan Kelurahan Cawang, Kecamatan Kramatjati, Kotamadya Jakarta Timur.


Nama kawasan tersebut berasal dari nama seorang Letnan Melayu yang mengabdi kepada Kompeni, yang bermukim disitu bersama pasukan yang dipimpinnya, bernama Enci Awang.(Awang, mungkin panggilan dari Anwar). Lama – kelamaan sebutan Enci Awang berubah menjadi Cawang. Letnan Enci Awang adalah bawahan dari Kapten Wan Abdul Bagus, yang bersama pasukannya bermukim dikawasan yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Melayu, sebelah selatan Jatinegara.


Kurang jelas, apakah sebagian atau seluruhnya, pada tahun 1759 Cawang sudah menjadi milik Pieter van den Velde, di samping tanah – tanah miliknya yang lain seperti Tanjungtimur atau Groeneveld, Cikeas, Pondokterong, Tanjungpriuk dan Cililitan (De Haan, 1910:50).


Pada awal abad ke-20 Cawang pernah menjadi buah bibir, karena disana bermukim seorang pesilat beraliran kebatinan, bernama Sairin, alias Bapak Cungok. Sairin dituduh oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai dalang kerusuhan di Tangerang pada tahun 1924. Di samping itu. Ia pun dinyatakan terlibat dalam pemberontakan Entong Gendut, di Condet tahun 1916. Condet pada waktu itu termasuk bagian tanah partikelir Tanjung Oost (Poesponegoro 1984, (IV):299 – 300).


Batu Ampar

Batu Ampar yang merupakan bagian dari kawasan Condet, bahkan biasa disebut Condet Batuampar, dewasa ini menjadi sebuah kelurahan, Kelurahan Batuampar, Kecamatan Keramatjati, Kotamadya Jakarta Timur. Wilayah kelurahan Batuampar di sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kelurahan Balekambang, (lengkapnya Condet Balekambang), yang dalam sejarahnya berkaitan satu sama lain.


Ada legenda yang melekat pada nama tempat tersebut sebagaimana diceritakan oleh orang – orang tua di Condet kepada Ran Ramelan, penulis buku kecil berjudul Condet, sebagai berikut.


Pada jaman dulu ada sepasang suami istri, namanya Pangeran Geger dan Nyai Polong, memeliki beberapa orang anak. Salah seorang anaknya, perempuan, diberi nama Siti Maemunah, terkenal sangat cantik. Waktu Maemunah sudah dewasa dilamar oleh Pangeran Tenggara atau Tonggara asal Makasar yang tinggal di sebelah timur Condet, untuk salah seorang anaknya, bernama Pangeran Astawana.


Supaya dibangunkan sebuah rumah dan sebuah tempat bersenang – senang di atas empang, dekat kali Ciliwung, yang harus selesai dalam waktu satu malam. Permintaan itu disanggupi dan terbukti, menurut sahibulhikayat, esok harinya sudah tersedia rumah dan sebuah bale di sebuah empang di pinggir kali Cliwung, sekaligus dihubungkan dengan jalan yang diampari dengan batu, mulai dari tempat kediaman keluarga Pangeran Tenggara .


Demikianlah, menurut cerita, tempat yang dilalui jalan yang diampari batu itu selanjutnya disebut Batuampar, dan bale (Balai) peristirahatan yang seolah – olah mengambang di atas air kolam dijadikan nama tempat . Balekambang.


Pada awal abad keduapuluh di Batuampar terdapat perguruan silat yang dipimpin antara lain oleh Maliki dan Modin (Pusponegoro, 1984, IV:295). Pada tahun 1986, seorang guru silat di Batuampar, Saaman, terpilih sebagai salah seorang tenaga pengajar ilmu bela diri itu di Negeri Belanda, selama dua tahun. Tidak mustahil, kemahiran Saaman sebagai pesilat, sehingga terpilih menjadi pengajar di mancanegara itu, adalah kemahiran turun – temurun.


Sumber: De Haan 1935: Van Diesen 1989


Published with Blogger-droid v2.0.4

asal muasal kampung kramat jati.makasar n sktarnyee....

Dato Tonggara asal Makassar, Penyebar Islam di BetawiMakamnya tak Pernah Diziarahi Orang Makassar

Jiwa tualang orang Bugis - Makassar sangatlah besar. Sejarah mencatat, salah satu penyebar Islam di Betawi merupakan orang Makassar. Dato Tonggara. 


Sejarah masa lalu tak mendetail menceritakan tentang sosok Dato Tonggara. Bahkan, cerita di masyarakat-pun yang didapati hanya sepenggalan kisah yang mereka dapat turun temurun dari keluarganya. 


Di Kelurahan Kramat Jati, salah satu tokoh masyarakat, Muhammad Saman menuturkan kalau Dato Tonggara merupakan pejuang Islam yang bertualang melawan penjajah sambil berdakwah. Dikatakannya, kalau Dato Tonggara sebelum menetap di Tana Betawi sudah melakukan perjalanan yang cukup panjang dari Timur Indonesia. 


Tidak diketahui tepatnya, tahun berapa Dato Tonggara meninggalkan Makassar, Sulawesi Selatan untuk berdakwah bersama dengan pasukannya. Namun, menurut tokoh masyarakat di Kramat Jati, kalau Dato Tonggara meninggalkan seorang istri dan dua orang anak di tanah kelahirannya. 


Siapa istri dan anak-anaknya, juga tidak diketahui. Lebih jauh, Samad menceritakan wialayah yang pertama di singgahi oleh Dato Tonggara dalam pengembaraannya adalah Flores. Dari situ, dia bersama dengan pasukannya kemudian bergerak ke Nusa Tenggara Timur (NTT) lalu menyeberang ke Pulau Jawa. 


Di Pulau Jawa, Dato Tonggara kemudian memperdalam ilmu agamanya dengan berguru kepada Pangeran Jayakarta. Kemudian, dengan beberapa dato-dato lainnya yang sudah berada di Betawi menyebarkan Agama Islam. 


Dalam catatan sejarah masyarakat Betawi, tokoh penyebar Islam di Betawi pada 1418 - 1527 M sangat gencar melakukan dakwah. Sehingga, pada masa itu, penyebaran Islam di Betawi mendapatkan perwlawanan keras dari penganut agama lokal. 


Akibatnya, terjadi peperangan antara pihak Islam dengan penganut agama lokal dibawa pimpinan Prabu Surawisesa. Tercatat, pada masa penyebaran Islam di Betawi terjadi 15 kali peperangan. 


Selain pasukan Dato Tonggara, juga yang terlibat dalam peperangan itu yakni Dato Tanjung Kait, Kumpo Datuk Depok, Dato Ibrahim Condet, dan Dato Biru Rawabangke. Pada peperangan itulah, pasukan Dato Tonggara banyak yang wafat. Sampai satu waktu, Dato Tonggara kehabisan pasukan. 


Setelah pasukannya tiada, Dato Tonggara pergi ke hutan jati (sekarang Kramat Jati, red) yang jauh dari pusat kota. Kesendiriannya cukup lama, hingga dia menguasai kawasan tersebut mulai dari Kampung Makassar, Halim, Kramat Jati hingga Pondok Gede. 


Wilayah kekuasaannya itu tak berpenghuni kecuali dirinya. Setiap ada orang yang hendak masuk ke wilayahnya, mendapat teguran dari dia. Karena, setiap malam hari dia beraptroli seorang diri di wilayah itu. 


Tak lama kemudian, setelah lama menyendiri, Dato Tonggara mulai mempersilahkan orang menempati daerah kekuasaannya, hingga menjadi sebuah perkampungan. Sepenggal cerita itulah yang hingga saat ini diketahui masyarakat sekitar makam Dato Tonggara yang letaknya di Kelurahan Kramat Jati. Tidak diketahui secara pasti kapan Dato Tonggara wafat, karena tidak ada tanda-tanda yang menandakan itu. 


Makam Dato Tonggara sendiri saat ini dipugar beberbentuk sebuah rumah dengan satu pintu. Disamping makam itu, Ibu Cucun (63) yang bertindak sebagai kunjen/juru kunci tinggal dengan sebuah gubuk berdindingkan atap-atap bekas. 


Cucun yang juga juru kunci, tak tahu banyak tentang cerita Dato Tonggara. Dia hanya mengatakan kalau yang tahu banyak tentang cerita Dato Tonggara sudah meninggal dunia, H Damad. Dia menjadi kunjen makam itu hanya karena sebelumnya yang menjadi kunjen adalah ibunya, Raizah. 


Dia tak bercerita banyak ketika penulis berkunjung ke makam. Dia hanya membuka makam, kemudian duduk sejenak lalu kembali masuk ke rumahnya. Setelah melihat-lihat di makam itu, penulis kembali menemui Cucun yang duduk di depan rumahnya. Katanya, yang kerap datang mengunjungi makam itu hanya warga Kramat Jati saja, dan beberapa kali warga dari Cirebon. 


\"Saya belum pernah mendapati orang Makassar yang datang berziarah di makam ini. Hanya orang-orang disini saja yang datang, saya tidak tahu apakah mereka tahu dan tidak datang atau memang mereka tidak tahu tentang keberadaan Dato Tonggara. Padahal, Dato Tonggara kami yakini sebagai seorang yang memiliki ilmu agama yang cukup dalam, sampai-sampai ada yang menyebutnya waliyullah (wali),\" tuturnya. (sms/fmc)


Published with Blogger-droid v2.0.4

Manakib Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas

Tak jauh dari Kebon Raya Bogor tepatnya kawasan empang Bogor selatan terdapat maqom waliyulloh yang lokasinya tepat di jalan lolongok Di Kompleks Masjid An nur itulah, Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas di makamkan, bersama dengan makam anak-anaknya yaitu Al Habib Mukhsin Bin Abdullah Al Athas, Al Habib Zen Bin Abdullah Al Athas, Al Habib Husen Bin Abdullah Al Athas, Al Habib Abu Bakar Bin Abdullah Al Athas, Sarifah Nur Binti Abdullah Al Athas, makam murid kesayangannya yaitu Al Habib Habib Alwi Bin Muhammad Bin Tohir dan Maqom seorang ulama besar yang belum lama ini wafat 26 maret 2007 al walid Habib Abdurrohman Bin Ahmad Assegaf (pimpinan pon-pes Al busro citayam depok).

Dalam Manakibnya disebutkan bahwa Al Habib Abduillah Bin Mukhsin Al Athas adalah seorang “ Waliyullah” yang telah mencapai kedudukan mulia dekat dengan Allah SWT. Beliau termasuk salah satu Waliyullah yang tiada terhitung jasa-jasanya dalam sejarah pengembangan Islam dan kaum muslimin di Indonesia. Beliau seorang ulama “Murobi” dan panutan para ahli tasauf sehingga menjadi suri tauladan yang baik bagi semua kelompok manusia maupun jin.

"habib muhsin bin abdulloh al athos "

habib muhsin bin abdulloh al-atthos.

Al Habib Abdullah Bin Mukhsin. Bin Muhammad. Bin Abdullah. Bin Muhammad. Bin Mukhsin. Bin Husen. Bin Syeh Al Kutub, Al Habib Umar Bin Abdurrohman Al Athas adalah seorang tokoh rohani yang dikenal luas oleh semua kalangan umum maupun khusus. Beliau adalah “Ahli kasaf” dan ahli Ilmu Agama yang sulit ditandingi keluawasan Ilmunya, jumlah amal ibadahnya, kemulyaan maupun budi pekertinya.

Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas beliau asli dari Yaman Selatan dilahirkan di desa hawrat

salah satu desa di Al Kasar, Kampung kharaidhoh, “Khadramaut” pada hari Selasa 20 Jumadi Awal 1275 hijriah. Sejak kecil beliau mendapatkan pendidikan rohani dan perhatian khusus dari Ayahnya. Beliau mepelajari Al Qur’an dimasa kecilnya dari Mu’alim Syeh Umar Bin Faraj Bin Sabah.

Dalam Usia 17 tahun beliau sudah hafal Al Qui’an. Kemudian beliau oleh Ayahnya diserahkan kepada ulama terkemuka di masanya. Beliau dapat menimba berbagai cabang ilmu Islam dan Keimanan.

Diantara guru–guru beliau, salah satunya adalah Assyayid Al Habib Al Qutbi Abu Bakar Bin Abdullah Al Athas, dari guru yang satu itu beliau sempat menimba Ilmu–Ilmu rohani dan tasauf, Beliau mendapatkan do’a khusus dari Al Habib Abu Bakar Al Athas, sehingga beliau berhasil meraih derajat kewalian yang patut. Diantaranya guru rohani beliau yang patut dibanggakan adalah yang mulya Al Habib Sholih Bin Abdullah Al Athas penduduk Wadi a’mad.

Habib Abdullah pernah membaca Al Fatihah dihadapan Habib Sholeh dan Habib Sholeh menalkinkan Al Fatihah kepadanya Al A’rif Billahi Al Habib Ahmad Bin Muhammad Al Habsi. ketika melihat Al Habib Abdullah Bin Mukhsin yang waktu itu masih kecil beliu berkata sungguh anak kecil ini kelak akan menjadi orang mulya kedudukannya.

Al Habib Abdullah Bin Mukhsin pernah belajar Kitab risalah karangan Al Habib Ahmad Bin Zen Al Habsi kepada Al Habib Abdullah Bin A’lwi Alaydrus sering menemui Imam Al Abror Al Habib Ahmad Bin Muhammad Al Muhdhor. Selain itu beliau juga sempat mengunjungi beberapa Waliyulllah yang tingal di hadramaut seperti Al Habib Ahmad Bin Abdullah Al Bari seorang tokoh sunah dan asar. Dan Syeh Muhammad Bin Abdullah Basudan. Beliau menetap di kediaman Syeh Muhammad basudan selama beberapa waktu guna memperdalam Agama.

Pada tahun 1282 Hijriah, Habib Abdulllah Bin Mukhsin menunaikan Ibadah haji yang pertama kalinya.

Selama di tanah suci beliau bertemu dan berdialog dengan ulama–ulama Islam terkemuka. Kemudian, seusai menjalankan ibadah haji, beliau pulang ke Negrinya dengan membawa sejumlah keberkahan. Beliau juga mengunjungi Kota Tarim untuk memetik manfaat dari wali–wali yang terkenal.

Setelah dirasa cukup maka beliau meninggalkan Kota Tarim dengan membawa sejumlah berkah yang tidak ternilai harganya. Beliau juga mengunjungi beberapa Desa dan beberapa Kota di Hadramaut untuk mengunjungi para Wali dan tokoh–tokoh Agama dan Tasauf baik dari keluarga Al A’lwi maupun dari keluarga lain.

Pada tahun 1283 H, Beliau melakukan ibadah haji yang kedua. Sepulangnya dari Ibadah haji, beliau berkeliling ke berbagai peloksok dunia untuk mencari karunia Allah SWT dan sumber penghidupan yang merupakan tugas mulya bagi seorang yang berjiwa mulya. Dengan izin Allah SWT, perjalanan mengantarkan beliau sampai ke Indonesia. beliau bertemu dengan sejumlah Waliyullah dari keluarga Al Alwi antara lain Al Habib Ahmad Bin Muhammad Bin Hamzah Al Athas.

Sejak pertemuanya dengan Habib Ahmad beliau mendapatkan Ma’rifat. Dan, Habib Abdullah Bin Mukhsin diawal kedatangannya ke Jawa memilih Pekalongan sebagai Kota tempat kediamannya. Guru beliau Habib Ahmad Bin Muhammad Al Athas banyak memberi perhatian kepada beliau sehinga setiap kalinya gurunya menunjungi Kota Pekalongan beliau tidak mau bermalam kecuali di rumah Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athos.

Dalam setiap pertemuan Habib Ahmad selalu memberi pengarahan rohani kepada Habib Abdullah Bin Mukhsin sehingga hubungan antara kedua Habib itu terjalin amat erat. Dari Habib Ahmad beliau banyak mendapat manfaat rohani yang sulit untuk dibicarakan didalam tulisan yang serba singkat ini.

Dalam perjalan hidupnya Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas pernah dimasukan kedalam penjara oleh Pemerintah Belanda, mungkin pengalaman ini telah digariskan Allah. Sebab, Allah ingin memberi beliau kedudukan tinggi dan dekat dengannya. Nasib buruk ini pernah juga dialami oleh Nabi Yusuf AS yang sempat mendekam dalam penjara selama beberapa tahun. Namun, setelah keluar dari penjara ia diberi kedudukan tinggi oleh penguasa Mashor yang telah memenjarakannya.

*Karomah dan Kekeramatan Habib Abdullah*

Selama di penjara ke keramatan Habib Abdullah Bin Mukhsin semakin tampak sehingga semakin banyak orang yang datang berkunjung kerpenjaraan tersebut. Tentu saja hal itu mengherankan para pembesar penjara dan penjaganya. Sampai mereka pun ikut mendapatkan berkah dan manfaat dari kebesaran Habib Abdullah dipenjara,

Setiap permohonan dan hajat yang pengunjung sampaikan kepada Habib Abdullah Bin Mukhsin selalu dikabulkan Allah SWT, para penjaga merasa kewalahan menghadapi para pengunjung yang mendatangi beliau Mereka lalu mengusulkan kepada kepala penjara agar segera membebaskan beliau. Namun, ketika usulan dirawarkan kepada Habib Abdullah beliau menolak dan lebih suka menungu sampai selesainya masa hukuman.

Pada suatu malam pintu penjara tiba–tiba terbuka dan datanglah kepada beliau kakek beliau Al Habib Umar Bin Abdurrohman Al Athas seraya berkata, Jika kau ingin keluar dari penjara keluarlah sekarang, tetapi jika engkau mau bersabar maka bersabarlah.

Beliau ternyata memilih untuk bersabar dalam penjara, pada malam itu juga Sayyidina Al Faqih Al Muqodam dan Syeh Abdul Qodir Zaelani serta beberapa tokoh wali mendatangi beliau. Pada kesempatan itu Sayyidina Al Faqih Al Muqodam memberikan sebuah kopiah. Ternyata dipagi harinya Kopiah tersebut masih tetap berada di kepala Al Habib Abdullah Padahal, beliau bertemu dengan Al Faqih Al Muqodam didalam impian.

Para pengujung terus berdatangan kepenjara sehingga berubahlah penjaraan itu menjadi rumah yang selalu dituju, Beliau pun mendapatkan berbagai kekeratan yang luar biasa mengingatkan kembali hal yang dimiliki para salaf yang besar seperti Assukran dan syeh Umar Muhdor

Diantara Karomah yang beliau peroleh adalah sebagaimana yang disebutkan Al Habib Muhammad Bin Idrus Al Habsyi bahwa Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas ketika mendapatkan anugrah dari Allah SWT, beliau tenggelam penuh dengan kebesaran Allah, hilang dengan segala hubungan alam dunia dan sergala isinya. Al Habib Muhammad Idrus Al Habsyi juga menuturkan, ketika aku mengujunginya Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athos dalam penjara aku lihat penampilannya amat berwibawa dan beliau terlihat dilapisi oleh pancaran Illahi. Sewaktu beliau melihat aku beliau mengucapkan bait –bait syair Habib Abdullah Al Hadad yang awal baitnya adalah sbb “ Wahaii yang mengunjungi Aku di malam yang dingin, ketika tak ada lagi orang yang akan menebarkan berita fitrah, Selanjutnya, kata Habib Muhammad Idrus, kami selagi berpelukan dan menangis, “

Karomah lainnya setiap kali beliau memandang borgol yang membelegu kakinya, maka terlepaslah borgol itu.

Disebutkan juga bahwa ketika pimpinan penjara menyuruh bawahannya untuk mengikat keher Habib Abdullah Bin Mukhsin maka dengan rante besi maka atas izin Allah rantai itu terlepas, dan pemimpin penjara beserta keluarga dan kerabatnya mendapat sakit panas, dokter tak mampu mengobati penyakit pemimpin penjara dan keluarganya itu, barulah kemudian pemimpin penjara sadar bahwa ;penyakitnya dan penyakit keluarganya itu diakibatkan Karena dia telah menyakiti Al Habib yang sedang dipenjara.

Kemudian, kepala penjara pengutus bawahannya untuk mendo’akan, penyakit yang di derita oleh kepala penjara dan keluarganya itu agar sembuh Maka, berkatalah Habib Abdullah kepada utusan itu Ambillah borgol dan rante ini ikatkan di kaki dan leher pemimpin penjara itu, maka akan sembuhlah dia.

Kemudian dikerjakanlah apa yang dikatakan oleh Habib Abdullah, maka dengan izin Allah SWT penyakit pimpinan penjara dan keluarganya seketika sembuh. Kejadian ini penyebabkan pimpinan penjara makin yakin akan kekeramatan Habib Abdullah Mukhsin Al Athas. Sekeluarnya dari penjara beliau tinggal di Jakarta selama beberapa tahun.

*Perjalanan ke Empang*

Dari sumber lain disebutkan, bahwa awal mula kedatangan Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas ke Indonesia, pada tahun 1800 Masehi, waktu itu beliau diperintahkan oleh Al Habibul Imam Abdullah bin Abu Bakar Alayidrus, untuk menuju Kota Mekah. Dan sesampainya di Kota Mekah, beliau melaksanakan sholat dan pada malam harinya beliau mimpi bertemu dengan Rasullah SAW, entah apa yang dimimpikannya, yang jelas ke esok harinya beliau berangkat menuju Negeri Indonesia.

Sesampainya di Indonesia, beliau dipertemukan dengan Al Habib Ahmad Bin Hamzah Al Athas yang da dipakojan Jakarta dan beliau belajar ilmu agama darinya, lalu Habib Ahmad Bin Hamzah Al Athas memerintahkan agar beliau datang berziarah ke Habib Husen di luar Batang, dari sana sampailah perjalanan beliau ke Bogor

Beliau datang ke Empang dengan tidak membawa apa-apa,

Pada saat belau datang ke Empang Bogor, disana disebutkan bahwa Empang yang pada saat itu belum ada penghuninya, namun dengan Ilmu beliau bisa menyala dan menjadi terang benderang Diceritakan, ada kekeramatan yang lain terjadi pula ketika beliau tengah makan dipinggiran empang, kebetulan pada saat itu datang kepada beliau seorang penduduk Bogor dan berkata “ Habib, kalau anda benar-benar seorang Habib Keramat, tunjukanlah kepada saya akan kekeramatannya..

Pada saat itu kebetulan Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas tengah makan dengan seekor ikan dan ikan itu tinggall separuh lagi. Maka Habib Abdukkah berkata” Yaa sama Anjul ilaman Tabis,” ( wahai ikan kalau benar-benar cinta kepadaku tunjukanlah) maka atas izin Allah SWT, seketika itu juga ikan yang tinggal sebelah lagi meloncat ke empang. Konon ikan sebelah tersebut sampai sekarang masih hidup dilaut.

Masjid Keramat Empang didirikan sekitar tahun 1828 M. pendirian Masjid ini dilakukan bersama para Habaib dan ulama-ulama besar di Indonesia. Di Sekitar Areal Masjid Keramat terdapat peninggalan rumah kediaman Habib Abdullah, yang kini rumah itu ditempati oleh Khalifah Masjid, Habib Abdullah Bin Zen Al Athas. Didalam rumah tersebut terdapat kamar khusus yang tidak bisa sembarang orang memasukinya, karena kamar itu merupakan tempat khalwat dan zikir beliau. Bahkan disana terdapat peninggalan beliau seperti tempat tidur, tongkat , gamis dan sorbannya yang sampai sekarang masih disimpan utuh.

Kitab-kitab beliau kurang lebih ada 850 kitab, namun yang ada sekarang tinggal 100 kitab, sisanya disimpan di “Jamaturkhair atau di Rabitoh”. Tanah Abang Jakarta. Salah satu kitab karangan beliau yang terkenal adalah “Faturrabaniah” konon kitab itu hanya beredar dikalangan para ulama besar,

Adapun karangannya yang lain adalah kitab “Ratibul Ahtas dan Ratibul Hadad.” Kedua kitab itu merupakan pelajaran rutin yang diajarkan setiap magrib oleh beliau kepada murid-muridnya dimasa beliau masih hidup, bahkan kepada anak dan cucunya, Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas menganjurkan supaya tetap dibacanya.

Habib Abdullah Bin Al Athas, adalah seorang Waliyullah dengan kiprahnya menyebarkan Agama Islam dari satu negeri kenegeri lain. Di Kampung Empang beliau menikahi seorang wanita keturanan dalem Sholawat. Dari sanalah beliau mendapatkan wakaf tanah yang cukup luas, sampai sekarang 85 bangunan yang terdapat di kampung Empang didalam sertifikatnya atas nama Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas.

Semasa hidupnya sampai menjelang akhir hayatnya beliau selalu membaca Sholawat Nabi yang setiap harinya dilakukan secara dawam di baca sebanyak seribu kali, dengan kitab Sholawat yang dikenal yaitu “ Dala’l Khoirot” artinya kebaikan yang diperintahkan oleh Allah SWT.

Menurut Manakib, beliau dipanggil Allah SWT pada hari Selasa, 29 Zulhijjah 1351 Hijriah diawal waktu zuhur Jenazah beliau dimakamkan keesokan harinya hari Rabu setelah Sholat zuhur. Tak terhitung jumlah orang yang ikut mesholatkan jenazah. Beliau dimakamkan di bagian Barat Masjid An nur Empang,sebelum wafat beliau terserang sakit flu ringan.

*sumber referensi: kitab Manakib Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas*


Published with Blogger-droid v2.0.4

biografi Sayyidil Walid Al Allamah Al Habib  Abdurrahman bin Ahmad Assegaf

Habib Abdurrahman adalah pribadi yang ulet dan ikhlas. Terlahir di Cimanggu, Bogor, 98 tahun silam, ia adalah putra Habib Ahmad bin Abdul Qadir Assegaf. Ayahandanya sudah wafat ketika ia masih kecil. Tapi, kondisi itu tidak menjadi halangan baginya untuk giat belajar.

Pernah mengenyam pendidikan di Jamiat Al-Khair, Jakarta, masa kecilnya sangat memprihatinkan, sebagaimana diceritakan anaknya, Habib Ali bin Abdurrahman. “Walid itu orang yang tidak mampu. Bahkan beliau pernah berkata, ‘Barangkali dari seluruh anak yatim, yang termiskin adalah saya. Waktu Lebaran, anak-anak mengenakan sandal atau sepatu, tapi saya tidak punya sandal apalagi sepatu’. Tidurnya pun di bangku sekolah. Tapi, kesulitan seperti itu tidak menyurutkannya untuk giat belajar.”

Ketika masih belajar di Jamiat Al-Khair, prestasinya sangat cemerlang. Ia selalu menempati peringkat pertama. Nilainya bagus, akhlaqnya menjadi teladan teman-temannya. Untuk menuntut ilmu kepada seorang ulama, ia tak segan-segan melakukannya dengan bersusah payah menempuh perjalanan puluhan kilometer.

“Walid itu kalau berburu ilmu sangat keras. Beliau sanggup berjalan berkilo-kilometer untuk belajar ke Habib Empang,” tutur Habib Ali. Habib Empang adalah nama beken bagi (almarhum) Habib Abdullah bin Muchsin Alatas, seorang ulama sepuh yang sangat masyhur di kawasan Empang, Bogor.

Selain Habib Empang, guru-guru Habib Abdurrahman yang lain adalah Habib Alwi bin Thahir Alhadad (mufti Johor, Malaysia), Habib Alwi bin Muhammad bin Thahir Alhadad, Habib Ali bin Husein Alatas (Bungur, Jakarta), Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi (Kwitang, Jakarta), K.H. Mahmud (ulama besar Betawi), dan Prof. Abdullah bin Nuh (Bogor).

Semasa menuntut ilmu, Habib Abdurrahman sangat tekun dan rajin, meski tak terlalu cerdas. Itulah sebabnya, ia mampu menyerap ilmu yang diajarkan guru-gurunya. Ketekunannya yang luar biasa mengantarnya menguasai semua bidang ilmu agama. Kemampuan berbahasa yang bagus pun mengantarnya menjadi penulis dan orator yang andal. Ia tidak hanya sangat menguasai bahasa Arab, tapi juga bahasa Sunda dan Jawa halus.

Habib Abdurrahman tidak sekadar disayang oleh para gurunya, tapi lebih dari itu, ia pun murid kebanggaan. Dialah satu-satunya murid yang sangat menguasai tata bahasa Arab, ilmu alat yang memang seharusnya digunakan untuk memahami kitab-kitab klasik yang lazim disebut “kitab kuning”.

Para gurunya menganjurkan murid-murid yang lain mengacu pada pemahaman Habib Abdurrahman yang sangat tepat berdasarkan pemahaman dari segi tata bahasa.

Setelah menginjak usia dewasa, Habib Abdurrahman dipercaya sebagai guru di madrasahnya. Di sinilah bakat dan keinginannya untuk mengajar semakin menyala. Ia menghabiskan waktunya untuk mengajar. Dan hebatnya, Habib Abdurrahman ternyata tidak hanya piawai dalam ilmu-ilmu agama, tapi bahkan juga pernah mengajar atau lebih tepatnya melatih bidang-bidang yang lain, seperti melatih kelompok musik (dari seruling sampai terompet), drum band, bahkan juga baris-berbaris.

Belakangan, berbekal pengalaman yang cukup panjang, ia pun mendirikan madrasah sendiri, Madrasah Tsaqafah Islamiyyah, yang hingga sekarang masih eksis di Bukit Duri, Jakarta. Sebagai madrasah khusus, sampai kini Tsaqafah Islamiyyah tidak pernah merujuk kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah, mereka menerapkan kurikulum sendiri. Di sini, siswa yang cerdas dan cepat menguasai ilmu bisa loncat kelas.

Dunia pendidikan memang tak mungkin dipisahkan dari Habib Abdurrahman, yang hampir seluruh masa hidupnya ia baktikan untuk pendidikan. Ia memang seorang guru sejati. Selain pengalamannya banyak, dan kreativitasnya dalam pendidikan juga luar biasa, pergaulannya pun luas. Terutama dengan para ulama dan kaum pendidik di Jakarta.

Dalam keluarganya sendiri, Habib Abdurrahman dinilai oleh putra-putrinya sebagai sosok ayah yang konsisten dan disiplin dalam mendidik anak. Ia selalu menekankan kepada putra-putrinya untuk menguasai bebagai disiplin ilmu, dan menuntut ilmu kepada banyak guru. Sebab, ilmu yang dimilikinya tidak dapat diwariskan.

“Beliau konsisten dan tegas dalam mendidik anak. Beliau juga menekankan bahwa dirinya tidak mau meningalkan harta sebagai warisan untuk anak-anaknya. Beliau hanya mendorong anak-anaknya agar mencintai ilmu dan mencintai dunia pendidikan. Beliau ingin kami konsisten mengajar, karenanya beliau melarang kami melibatkan diri dengan urusan politik maupun masalah keduniaan, seperti dagang, membuka biro haji, dan sebaginya. Jadi, sekalipun tidak besar, ya… sedikit banyak putra-putrinya bisa mengajar,” kata Habib Umar merendah. Habib Umar sendiri sudah belajar berceramah sejak usia sekolah dasar.

Habib Abdurrahman mempunyai putra dan putri 22 orang, namun yang ada hingga saat ini sembilan orang; lima putra dan tiga putri. Hebatnya, kesembilan anak tersebut adalah ulama yang disegani dan berpengaruh di masyarakat. Mereka adalah Habib Muhammad, memimpin pesantrennya di kawasan Ceger; Habib Ali, memimpin Majelis Taklim Al-Affaf di wilayah Tebet; Habib Alwi, memimpin Majelis Taklim Zaadul Muslim di Bukitduri; Habib Umar, memimpin Pesantren dan Majelis Taklim Al-Kifahi Ats-Tsaqafi di Bukitduri; dan Habib Abu Bakar, memimpin Pesantren Al-Busyo di Citayam. Jumlah jamaah mereka ribuan orang. Sementara tiga putrinya pun mempunyai jamaah tersendiri. Sub-hanallah….

Sebagai ulama sepuh yang sangat alim, beliau sangat disegani dan berpengaruh. Juga layak diteladani. Bukan hanya kegigihannya dalam mengajar, tapi juga produktivitasnya dalam mengarang kitab. Kitab-kitab buah karyanya tidak sebatas satu macam ilmu agama, melainkan juga mencakup berbagai macam ilmu. Mulai dari tauhid, tafsir, akhlaq, fiqih, hingga sastra. Bukan hanya dalam bahasa Arab, tapi juga dalam bahasa Melayu dan Sunda yang ditulis dengan huruf Arab – dikenal sebagai huruf Jawi atau pegon.

Kitab karyanya, antara lain,

  * Hilyatul Janan fi Hadyil Quran,

  * Syafinatus Said, Misbahuz Zaman,

  * Bun-yatul Umahat, dan

  * Buah Delima.

Sayang, puluhan karya itu hanya dicetak dalam jumlah terbatas, dan memang hanya digunakan untuk kepentingan para santri dan siswa Madrasah Tsaqafah Islamiyyah.

Sang Walid Telah Berpulang

Senin siang, 26 Maret 2007, bertepatan dengan 7 Rabi`ul-Awwal 1428 H, langit Jakarta berwarna kelabu. Pukul 12.45 WIB, kaum muslimin Jakarta terguncang oleh berita wafatnya Al-Allamah Al-Arif Billah Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf dalam usia sekitar 100 tahun.

Baru sekitar seminggu sebelum kepulangan sang walid, Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf, pihak keluarga Habib Ali mendapat telepon dari Hadramaut, dimana ada seorang ulama yang tinggal di Tarim, Hadhramaut, yakni Habib Abdullah bin Muhammad bin Alwi bin Abdullah Syihabuddin dalam sebuah majelis yang di hadiri banyak orang, ia berkata, “Saya bermimpi Rasulullah SAW, wajahnya seperti wajah Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf. Tolong kasih tahu anak-anaknya Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf, saya sangat senang dan kasih tahu kabar gembira ini pada orang-orang yang ke Indonesia.”

Mendengar kabar dari Hadhramaut, pihak keluarga Habib Abdurrahman Assegaf seperti mendapat tanda akan kepergian dari sang walid. Seluruh keluarga pun dalam waktu singkat, berusaha untuk dikumpulkan semua. Dan apa yang telah dikhawatirkan jauh-jauh hari itu, akhirnya tiba.

Senin siang, 26 Maret 2007, bertepatan dengan 7 Rabi`ul-Awwal 1428 H, langit Jakarta berwarna kelabu. Pukul 12.45 WIB, kaum muslimin Jakarta terguncang oleh berita wafatnya Al-Allamah Al-Arif Billah Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf dalam usia sekitar 100 tahun.

Hari itu, berita wafatnya ulama terkemuka yang sangat dicintai warga Jakarta tersebut mendominasi pembicaraan melalui telepon dan SMS. Dalam waktu yang hampir bersamaan, masjid-masjid pun mengumumkan wafatnya sang walid, seraya membacakan surah Al-Fatihah. Kaum muslimin Jakarta benar-benar berduka dan kehilangan, ditinggal pergi sesepuh dan panutannya.

Jenazah ulama besar yang ilmu, akhlaq, dan istiqamahnya sangat dikagumi itu, disemayamkan di ruang depan rumahnya, tepat di sisi sekretariat Yayasan Madrasah Tsaqofah Islamiyyah yang terletak di Jl Perkutut no 273, Bukit Duri Puteran, Tebet, Jakarta Selatan. Kalimat tahlil dan pembacaan Al-Qur’an bergema sepanjang hari Senin sampai jelang pemakamannya pada hari Selasa. Sebuah tenda besar tak mampu menampung jama’ah yang terus berdatangan bergelombang bak air bah, mereka rela duduk dengan beralaskan tikar atau karton bekas di sepanjang jalan menuju kediaman almarhum.

Sejak awal, pihak keluarga telah memperkirakan para penakziah akan terus berdatangan hingga malam hari, bahkan esok harinya. Karena itu diputuskan, pemakaman akan dilakukan ba’da dzuhur di Pemakaman kampung Lalongok, Kramat Empang, Bogor, tiada lain untuk memberi kesempatan kepada semua pelayat yang ingin melepas kepergian sang walid yang terakhir kalinya.

Karena sangat banyaknya pelayat, mencapai puluhan ribu orang yang datang sejak berita kabar sang walid wafat, pihak keluarga hanya mempersilahkan per lima habaib dan jamaah untuk menatap wajah sang walid. Praktis, prosesi ini membuat antrean panjang dan berdesak-desakan di sekitar halaman rumah dari hari Senin siang sampai Selasa siang.

Bisa dibilang, semua habib dan ulama terkemuka se-Jabodetabek hadir untuk bertakziah, bahkan murid-murid sang walid dari berbagai penjuru Indonesia juga hadir. Tidak hanya itu, tamu dari luar negeri juga ikut bertakziah, seperti dari Malaysia, Singapura, Brunei, Maroko, Mesir, Yaman, Saudi dan lain-lain.

Para pejabat dan mantan negara juga tampak bertakziah di kediaman almarhum, seperti pada Selasa pagi, Drs. H. Surya Darma Ali (menteri usaha koperasi dan menengah), H. Fauzi Bowo (wagub DKI Jakarta), H. Hamzah Haz (mantan Wapres RI) dan lain-lain.

Selasa (27/3) Tepat pukul 10.00, jenazah dimandikan dan selepas itu pihak keluarga melakukan pelepasan terakhir di sisi tengah rumah almarhum secara tertutup. Baru pada pukul 11.45, jenazah sang walid dibawa ke luar untuk dishalatkan.

Acara dibuka dengan sambutan dari pihak keluarga almarhum, yang diwakili oleh Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf. Dengan nada sendu, pengasuh Majelis Taklim Al-‘Afaf itu mengungkapkan terima kasih atas pelaksanaan pemakaman almarhum. Selanjutnya, Habib Ali mengungkapkan keutamaan-keutamaan almarhum. “Beliau rindu kepada Rasulullah SAW. Beliau ungkapkan rasa rindu itu dalam bentuk syariat-syariat beliau,” katanya.

Puluhan ribu pelayat yang berdiri berdesak-desakan itu mulai sesenggukan karena terharu. Apalagi ketika Habib Ali, yang berbicara atas nama keluarga sang walid, tampil dengan nada suara yang sesekali bergetar menahan haru. Habib terkemuka di Jakarta itu kemudian menceritakan tentang tanda-tanda akan kepergian almarhum.

Habib Ali lalu melanjutkan tentang rasa kehilangan yang mendalam atas kepergian sang walid. “Pada hari ini kita tidak datang pada hari-hari yang lalu, datang pada beliau untuk tidak berbicara. Kita memelihara anak yatim, tapi kali ini kita menjadi anak-anak yatim,” kata Habib Ali. Sebagian hadirin semakin histeris, bahkan ada yang sampai terduduk menangis.

“Kepergian sang walid sudah diramal jauh-jauh hari, ”Umimu dulu yang bakal berpulang kepada Allah SWT, setelah itu baru saya,” kata walid. Dan benarlah, Ibunda Hj Barkah (istri sang walid) telah berpulang sekitar tujuh bulan yang lalu, tepatnya pada 26 Juli 2006. Selain itu, lanjut Habib Ali, al walid juga pernah berkata pada keluarga, ’Saya pulang pada hari Senin, kasih tahu saudara-saudaramu’.”

Tepat pukul duabelas siang, jenazah mulai dishalatkan dengan imam Habib Abdul Qadir bin Muhammad Al-Hadad (Al-Hawi, Condet). Kebetulan saat pada hari itu juga, mertua dari Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf, yakni Syarifah Syarifah Rugayah binti Habib Muhammad bin Ali Al-Attas juga wafat dan ikut dishalatkan dengan bertindak sebagai imam shalat yakni Habib Syekh bin Abdurrahman Alattas.

Selepas doa oleh Habib Hamid bin Abdullah Al-Kaff, iringan-iringan jenazah bergerak keluar dari kediaman dan sempat berhenti di masjid Jami Al-Makmur, Bukit Duri, Tebet untuk kemudian jenazah kemudian dishalatkan kembali dengan imam Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf dan sekaligus shalat Dzuhur berjamaah.

Sekitar pukul 13.00 iring-iringan yang membawa jenazah mulai bergerak menuju ke Bogor melalui Pancoran dan lewat tol menuju Empang. Ribuan kendaraan roda dua dan roda empat tampak mengiringi mobil ambulan yang membawa jenazah, tampak menyemut hingga 10 kilometer memadati jalan raya.

Sekitar pukul 15.30 jenazah kembali disemayamkan di Masjid An-Nur, Kramat Empang, Bogor. Lepas itu baru jenazah diberangkatkan ke makam kampung Lolongok yang terletak sekitar satu kilo di sebelah utara komplek makam Kramat Empang.

Mewakili sahibul bait, Habib Hamid bin Abdullah Assegaf memberikan taushiah, ”Sungguh kita bersama-sama telah kehilangan seorang ulama besar. Sungguh telah padam, lampu yang sangat besar di kota Jakarta,” katanya.

Beruntung, lanjutnya, bagi murid-muridnya yang telah menimba ilmu pada almarhum. Ingatlah selalu pesan almarhum, saya sering mendengar pada acara Haul, ’Kalau saya sudah meninggal dunia, perbanyaklah mengirimkan fatihah untuk saya.’ Maka marilah dalam pembacaan fatihah-fatihah yang biasa kita baca, kirimkanlah untuk almarhum.

Sekitar pukul 17.00, prosesi pemakaman sang walid yang diikuti oleh sekitar seratus ribu muhibbin itu berakhir sudah. Sebenarnya masih banyak jamaah yang tertahan di luar komplek makam, karena kendaraannya tak bisa masuk dan mereka rela menunggu jauh di luar komplek makam. Jakarta kembali kehilangan seorang ulama besar.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Biografi Habib Ahmad bin Alwi Al Haddad, HABIB KUNCUNG

Habib Ahmad bin Alwi Al Haddad, HABIB KUNCUNGRabu, 04 November 2009 23:25

Al-Habib Ahmad Bin Alwi Al-Haddad, HABIB KUNCUNG.

 

Habib Kuncung


Habib Ahmad Bin Alwi Al Haddad adalah seorang yang memiliki khoriqul a’dah yaitu diluar kebiasaan manusia umumnya atau disebut dalam bahasa kewalian "Majdub"atau disebut dengan ahli Darkah maksudnya disaat orang dalam kesulitan dan sangat memerlukan bantuan maka beliau muncul dengan tiba-tiba. Habib Kuncung lahir di Gurfha, Hadramaut, Tarim pada tanggal 26 syaban 1254 H dan beliau belajar kepada ayahanda beliau sendiri Al habib Alwi Al Haddad dan belajar pula kepada Al habib Ali Bin Husein Al Hadad, Hadramaut, Al Habib Abdurrahman Bin Abdullah Al Habsyi dan kepada Habib keramat Empang Bogor, Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Attas

. Karena sering memakai kopyah atau topi yang menjulang keatas (kuncung; bahasa Jawa) maka beliau digelari Habib Kuncung.

Dikala beliau dewasa beliau didatangi oleh Rasulullah SAW yang akhirnya beliau ziarah ke Madinah, selanjutnya dalam bisyarah beliau disuruh ke Pulau Jawa oleh Nabi SAW.

Dalam suatu cerita yang didapat dari Al Habib Husein Bin Abdullah Bin Mukhsin Al Attas beliau menuju ke Lombok kemudian menikah dan memiliki seorang anak, didalam satu riwayat, di Bogor ketika beliau menziarahi guru beliau, Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Attas

, waktu itu Al Habib Abdullah Bin Mukhsin sedang sarapan pagi tiba-tiba Habib yang berkharismatik tinggi yang bermagam mulia ini tersenyum, lalu ditanya oleh murid beliau, Al Habib Alwi Al Haddad, "Ada apa dikau tersenyum wahai guruku yang mulia?" "Lihatlah ya Alwi, itu Ahmad sedang menari-nari," seru beliau. Habib Alwi pun melihatnya seraya beliaupun tersenyum, "Apakah kau lihat ya Alwi?" seru Habib Keramat Empang , "Apa wahai guruku?" tanya habib Alwi, beliau menjawab, "Ya Alwi, itu habib Ahmad menari-nari dengan bidadari."

Kecintaan habib Ahmad Bin Alwi Al Haddad (habib Kuncung) bagai ayah dan anaknya sehingga dimanapun ada habib Abdullah Bin Mukhsin pasti di situ ada habib Ahmad.

Akhir-akhir masa sebelum wafatnya Al Habib Ahmad Bin Alwi Al Haddad tak habis-habisnya beliau menyenangi hati seorang gurunya, sesampainya beliau ditinggal oleh guru kesayangannya, akhirnya pada tahun 1345 H tanggal 29 Syaban sekitar tahun 1926 M pada usia 93 tahun beliau, Al Habib Ahmad Bin Alwi Al Haddad, kembali ke rahmatullah dan di makamkan atau dikubur di pemakaman keluarga Al Haddad Kalibata, Jakarta Selatan dan setiap hari Minggu ketiga bulan Rabiul Awal diadakan peringatan Maulid Nabi di pemakaman beliau bada Ashar.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi

Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi adalah putera dari Habib Abdurrahman Al-Habsyi. Ayah beliau tinggal di Jakarta. Ibunda beliau yaitu Nyai Salmah berasal dari Jatinegara, Jakarta Timur. Dalam perkawinannya dengan Al-Habib Abdurrahman Al-Habsyi lama sekali tidak memperoleh seorang putera pun. Pada suatu ketika Nyai Salmah bermimpi menggali sumur dan sumur tersebut airnya melimpah-limpah hingga membanjiri sekelilingnya. Lalu diceritakanlah mimpinya itu kepada suaminya.

Mendengar mimpi istrinya, Al-Habib Abdurrahman segera menemui Al-Habib Syeikh bin Ahmad Bafaqih untuk menceritakan dan menanyakan perihal mimpi istrinya tersebut. Lalu Al-Habib Syeikh menerangkan tentang perihal mimpi tersebut bahwa Nyai Salmah istri Al-Habib Abdurrahman akan mendapatkan seorang putra yang saleh dan ilmunya akan melimpah-limpah keberkatannya.

Apa yang dikemukakan oleh Al-Habib Syeikh itu tidak berapa lama menjadi kenyataan. Nyai Salmah mengandung dan pada hari Minggu tanggal 20 Jumadil ‘Awal 1286 bertepatan tanggal 20 April 1870 lahirlah seorang putra yang kemudian diberi nama Ali bin Abdurrahman Alhabsyi.

Al-Habib Abdurrahman Alhabsyi tidak lama hidup mendampingi putra yang beliau cintai tersebut. Beliau berpulang ke Rahmatulloh ketika putra beliau masih berumur 10 tahun. Tetapi sebelum beliau wafat, beliau sempat menyampaikan suatu wasiat kepada istrinya agar putra beliau hendaknya dikirim ke Hadramaut dan Makkah untuk belajar ilmu agama Islam di tempat-tempat tersebut.

Untuk memenuhi wasiat suaminya, Nyai Salmah menjual gelang satu-satunya perhiasan yang dimilikinya untuk biaya perjalanan Habib Ali Alhabsyi ke Hadramaut dan Makkah. Karena di waktu wafatnya Al-Habib Abdurrahman Alhabsyi tidak meninggalkan harta benda apapun. Dalam usia 10 tahun berangkatlah Al-Habib Ali Alhabsyi dari Jakarta menuju Hadramaut, dengan bekal sekedar ongkos tiket kapal laut sampai di tempat yang dituju.

Sesampainya di Hadramaut, Al-Habib Ali sebagai seorang anak yang sholeh, tidak mensia-siakan masa mudanya yang berharga itu untuk menuntut ilmu yang bermanfaat, sambil mencari rizki yang halal untuk bekal hidup beliau selama menuntut ilmu di tempat yang jauh dari ibunya. Sebab beliau menyadari bahwa ibunya tidak mampu untuk mengirimkan uang kepada beliau selama menuntut ilmu di luar negeri tersebut.

Diantara pekerjaan beliau selama di Hadramaut dalam mencari rizki yang halal untuk bekal menuntut ilmu ialah mengambil upah menggembala kambing. Pekerjaan menggembala kambing ini rupanya telah menjadi kebiasaan kebanyakan para sholihin, terutama para Anbiya’. begitulah hikmah Ilahi dalam mendidik orang-orang besar yang akan diberikan tugas memimpin umat ini.

Diantara guru-guru beliau yang banyak memberikan pelajaran dan mendidik beliau selama di Hadramaut antara lain :

Al-’Arif billah Al-Imam Al-Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi (Shohibul maulid di Seiwun)

Al-Imam Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-’Attos (Huraidha)

Al-Habib Al-Allammah Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur (Mufti Hadramaut)

Al-Habib Ahmad bin Hasan Alaydrus (Bor)

Al-Habib Ahmad bin Muhammad Al-Muhdhor (Guwairah)

Al-Habib Idrus bin Umar Alhabsyi (Ghurfah)

Al-Habib Muhammad bin Sholeh bin Abdullah Alatas (Wadi Amed)

As-Syeikh Hasan bin Mukhandan (Bor)

Setelah belajar di Hadramaut, beliau melanjutkan pelajaran di tanah suci Makkah, dibawah didikan ulama-ulama besar disana, diantaranya :

Mufti Makkah Al-Imam Muhammad bin Husin Alhabsyi

Sayid Bakri Syaththa’

As-Syeikh Muhammad Said Babsail

As-Syeikh Umar Hamdan

Berkat doa ibu dan ayah beliau, juga berkat doa para datuk-datuk beliau, terutama datuk beliau Rasullulloh SAW, dalam masa 6,5 tahun belajar di luar negeri Al-Habib Ali telah memperoleh ilmu Islam yang murni, luas dan mendalam yang dibawanya kembali ke Indonesia.

Meskipun demikian, beliau adalah seorang yang tidak sombong atas ilmunya. Beliau tidak menganggap bahwa ilmu yang dimilikinya sudah cukup. Beliau masih dan selalu mengambil manfaat dari para alim ulama yang ada di Indonesia saat itu. Beliau mengambil ilmu dari mereka. Diantara para guru beliau yang ada di Indonesia adalah :

Al-Habib Muhammad bin Thohir Alhaddad (Tegal)

Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi (Surabaya)

Al-Habib Abdullah bin Muhsin Alatas (Empang, Bogor)

Al-Habib Husin bin Muhsin Asy-Syami Alatas (Jakarta)

Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhor (Bondowoso)

Al-Habib Ahmad bin Muhsin Alhaddar (Bangil)

Al-Habib Abdullah bin Ali Alhaddad (Bangil)

Al-Habib Abdullah bin Usman Bin Yahya (Mufti Jakarta)

Selain menuntut ilmu, beliau juga aktif dalam mengembangkan dakwah Islamiyyah, mengajak umat Islam untuk mengikuti ajaran-ajaran Islam yang suci dengan dasar cinta kepada Alloh dan Rasul-Nya SAW.

Selain di pengajian tetap di majlis ta’lim Kwitang yang diadakan setiap hari Minggu pagi sejak kurang lebih 70 tahun yang lalu hingga sekarang dengan kunjungan umat Islam yang berpuluh-puluh ribu, beliau juga aktif menjalankan dakwah di lain-lain tempat di seluruh Indonesia. Bahkan hingga ke desa-desa yang terpencil di lereng-lereng gunung. Selain itu Al-Habib Ali Alhabsyi juga berdakwah ke Singapura, Malaysia, India, Pakistan, Srilangka dan Mesir. Beliau juga sempat mendirikan sebuah madrasah yang bernama Unwanul Ulum. Beliau banyak juga mendirikan langgar dan musholla, yang kemudian diperbesar menjadi masjid. Selain itu beliau juga sempat menulis beberapa kitab, diantaranya Al-Azhar Al-Wardiyyah fi As-Shuurah An-Nabawiyyah dan Ad-Durar fi As-Shalawat ala Khair Al-Bariyyah.

Beliau selain ahli dalam menyampaikan dakwah ilalloh, beliau juga terkenal dengan akhlaknya yang tinggi, baik terhadap kawan maupun terhadap orang yang tidak suka kepadanya. Semuanya dihadapinya dengan ramah-tamah dan sopan santun yang tinggi. Terlebih lagi khidmat beliau terhadap ibunya adalah sangat luar biasa. Dalam melakukan rasa bakti kepada ibunya sedemikian ikhlas dan tawadhu’nya, sehingga tidak pernah beliau membantah perintah ibunya. Biarpun beliau sedang berada di tempat yang jauh, misalnya sewaktu beliau sedang berdakwah di Surabaya ataupun di Singapura, bila beliau menerima telegram panggilan dari ibunya, segera beliau pulang secepat-cepatnya ke Jakarta untuk memenuhi panggilan ibunya tersebut.

Maka tidak heran apabila ilmu beliau sangat berkat, dan dakwah beliau dimana-mana mendapat sambutan yang menggembirakan. Setiap orang yang jumpa dengan beliau, apalagi sampai mendengarkan pidatonya, pastilah akan tertarik. Terutama di saat beliau mentalqinkan dzikir atau membaca sholawat dengan suara mengharukan, disertai tetesan air mata, maka segenap yang hadir turut meneteskan air mata. Dan yang demikian itu tidak mungkin jika tidak dikarenakan keluar dari suatu hati yang ikhlas, hati yang disinari oleh nur iman dan nur mahabbah kepada Alloh dan Rasul-Nya SAW.

Akhirnya sampailah waktu dimana beliau memenuhi panggilan Allah. Beliau berpulang ke haribaan Allah pada hari Minggu tanggal 20 Rajab 1388 bertepatan dengan 13 Oktober 1968, di tempat kediaman beliau di Kwitang Jakarta, dalam usia 102 tahun menurut Hijriyah atau usia 98 tahun menurut perhitungan Masehi. Ungkapan duka cita mengiringi kepergian beliau. Masyarakat berbondong-bondong hadir mengikuti prosesi pemakaman beliau…dalam suasana sendu dan syahdu. Seorang ulama besar telah berpulang, namun jasa-jasa dan ahklak mulia beliau masih tetap terkenang…menembus batasan ruang dan zaman.

Radhiyallahu anhu wa ardhah…


Published with Blogger-droid v2.0.4

Rabu, 04 April 2012

wafat Rasulallah SAW

“Terakhir kali aku memandang Rasulullah saw. yaitu tatkala tirai kamarnya

dibuka pada hari Senin. Aku memandang wajahnya bagaikan kertas mushaf

(dalam keelokan dan kebersihannya) . Orang-orang shalat di belakang Abu Bakar r.a. Hampir saja terjadi kegoncangan diantara umat, kemudian ia (Abu Bakar r.a.) memerintahkan umat agar tenang. Abu Bakar memimpin mereka, tirai kamar Nabi saw. dibuka, dan Rasulullah saw. kedapatan telah wafat pada akhir hari itu.”

(Diriwayatkan oleh Abu `Ammar al Husein bin Huraits, dan diriwayatkan pula oleh Qutaibah bin Sa’id dan sebagainya, mereka menerima dari Sufyan bun `Uyainah, dari Zuhri, yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)

“Tatkala Rasulullah saw. sakit, beliau (Rasulullah) sempat pingsan, kemudian

sadar kembali. Beliau bersabda: “Apakah waktu shalat telah tiba?” Para sahabat menjawab: “Ya”. Kemudian beliau bersabda: “Perintahkan Bilal agar

mengumandangkan adzan dan perintahkan agar Abu Bakar shalat (menjadi

imam) bagi umat (atau beliau berkata, perawi ragu) bersama umat.” Selanjutnya Salim berkata: “Kemudian beliau pingsan kembali, kemudian sadar kembali,seraya bersabda: “Apakah waktu shalat tiba telah tiba ?” Para sahabat menjawab: “Ya”. Kemudian beliau bersabda: “Perintahkan agar Bilal

mengumandangkan adzan dan perintahkan agar Abu Bakar melaksanakan

shalat bersama umat.” `Aisyah berkata (usul) kepada Rasulullah saw. :

“Sesungguhnya ayahku amat perasa. Bila ia berdiri di tempat itu (tempat

Rasulullah saw. mengimami), ia akan menangis, dan ia takkan mampu berdiri.

Bagaimana sekiranya Anda perintahkan saja orang lain!” Salim bercerita lagi:

“Kemudian beliau pingsan lagi, kemudian sadar kembali, seraya bersabda:

“Perintahkan agar Bilal mengumandangkan adzan dan perintahkan agar Abu

Bakar melaksanakan shalat dengan umat (menjadi imam).Sesungguhnya kalian (wahai kaum wanita) bagaikan wanita pada masa Nabi Yusuf**.” KemudianSalim melanjutkan ceritanya: “Maka Bilal diperintahkan, ia pun

mengumandangkan adzan dan Abu Bakar diperintah, ia pun shalat bersama

umat (menjadi imam). Kemudian Rasulullah saw. agak berkurang rasa sakitnya, maka beliau bersabda: “Carikan untukku orang yang bersedia aku telekani!”

Maka datanglah Burairah* dan seorang laki-laki lainnya, kemudian Rasulullah

saw. bertelekan pada keduanya. Manakala Abu Bakar melihatnya, ia pun

mengundurkan diri (dari kedudukan menjadi imam), namun Rasulullah saw.

mengisyaratkan agar ia tetap di tempat, akhirnya Abu Bakarpun selesai

mengerjakan shalat (mengimami). * Kemudian Rasulullah saw. wafat, maka

`Umar bin Khattab r.a. berkata: “Demi Allah, tiada seorangpun yang kudengar menyebutkan Rasulullah saw. wafat, melainkan akan kupancung (kepalanya) dengan pedangku ini!” Salim menceritakan lagi: “Umat pada waktu itu tidak mengetahui. (Hal itu dapat di mengerti) sebab sebelumnya tidak ada pada seorang Nabi. Maka sewaktu `Umar berbuat demikian umat hanya berdiam diri.

Kemudian mereka berkata: “Wahai Salim! Berangkatlah engkau menemui

sahabat Rasulullah saw. (Abu Bakar) dan panggillah kemari!” Kutemui Abu

Bakar sewaktu ia berada di dalam masjid. Kudekati dia sambil menangis karena kebingungan. Manakala ia melihat daku, iapun bertanya: “Apakah Rasulullah saw telah wafat?”. Aku menjawab: sungguh umar berkata: “tak seorangpun yang kudengar menyebut rasulullah saw. wafat, melainkan ia akan aku pancung dengan pedangku ini!” Abu Bakar berkata kepadaku: “Sudah, berangkatlah! “

Maka berangkatlah aku bersamanya. Setibanya, orang-orang telah masuk ke

rumah Rasulullah saw., untuk itu ia berkata: “Wahai umat Muhammad! Berilah aku jalan!” Kemudian mereka memberi jalan untuk Abu Bakar. Ia menghampiri jenazah Rasulullah saw. ia bersimpuh dan menyentuhnya, seraya membaca al-Qur’an (Q.S 39 az Zumar: 30), yang artinya: “Sesungguhnya engkau akan mati dan sesungguhnya mereka pun akan mati.” Para sahabat bertanya: “Wahai sahabat Rasulullah saw! (ditujukan kepada Abu Bakar) Apakah Rasulullah saw.

telah wafat ?”. Ia (Abu Bakar) menjawab: “Ya”. Tahukah mereka bahwa benar

apa yang terjadi. Mereka berkata: “Wahai sahabat Rasulullah, apakah dilakukan shalat jenazah juga bagi Rasulullah saw. ?” Ia menjawab: “Ya”. Mereka bertanya lagi: “Bagaimanakah caranya?”. Ia menjawab: “Serombongan masuk, kemudian bertakbir, membaca shalawat dan berdo’a, kemudian keluar.

Setelah itu masuklah serombongan berikutnya, lalu bertakbir, membaca shalawat dan berdo’a, kemudian keluar sampai semua orang kebagian.” Mereka bertanya lagi:

“Wahai sahabat Rasulullah saw! Apakah Rasulullah saw juga dikebumikan? “. Ia menjawab: “Ya”. Mereka bertanya: “Di mana?”. Ia menjawab: “Di tempat beliau wafat, di mana Allah mencabut ruhnya pada tempat itu, karena Allah tidak mencabut ruhnya melainkan pada tempat yang baik.” Yakinlah mereka bahwa apa yang dikatakan Abu Bakar itu benar. Kemudian ia memerintahkan mereka agar yang memandikan beliau adalah sepupu beliau dari garis keturunan ayah beliau.

Orang-orang Muhajirin bermusyawarah (tentang khalifah sesudahnya)

maka berkatalah mereka: “Temuilah teman-teman kita dari kelompok Anshar,

kita ikut sertakan mereka bersama kita pada perumusan perkara ini (Khalifah)!”

Golongan Anshar berkata: “Dari golongan kami seorang wakil.” `Umar bin

Khattab berkata: “Siapakah gerangan yang dapat menandingi orang yang

memiliki tiga keutamaan? Ia adalah salah seorang dari dua orang di kala

keduanya (Abu Bakar dan Nabi saw.) berada di dalam gua. Di kala itu Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kamu berduka cita sesungguhnya Allah bersama kita.” (Q.S. at Taubah:40).

Siapakah gerangan orang yang berdua itu? Salim melanjutkan ceritanya: Kemudian ia (`Umar) mengulurkan tangannya, maka mereka para sahabat berbai’at kepadanya (Abu Bakar) dan seluruh umat pun ikut memberikan bai’at kepadanya dengan bai’at yang tulus ikhlas.”(Diriwayatkan oleh Nashr bin `Ali al Jahdlami, dari `Abdullah bin Daud, dari Salamah bin Nubaith, dari Nu’aim bin Abi hind, dari Nubaith bin Syarith, yang bersumber dari Salim bin

`Ubaid r.a.)

• Salim bin `Ubaid al Asyja’i adalah sahabat Rasulullah saw. Yang Tsiqat. Ia adalah salah seorang dari ahli shufah (yang tinggal diemper masjid), Sebagaimana Abu Hurairah.

Periwayatannya dikeluarkan oleh ahli hadist yang empat dan imam Muslim.

• Maksudnya dalam menyatakan perasaan yang tersembunyi.

• Burairah berasal dari Habsyi, ia adalah budak yang telah dimerdekakan oleh `Aisyah r.a.

HARTA PUSAKA RASULULLAH SAW

“Rasulullah saw. tidak meninggalkan pusaka kecuali sebilah pedang, seekor

keledai dan sebidang kebun yang dijadikan sebagai sedekah.”

(Diriwayatkan oleh Ahmad bin Mani’, dari Husein bin Muhammad, dari Israil, dari Abi Ishaq, yang bersumber dari `Amr bin al Harits r.a.*)

• Ia adalah saudara Juraiyah (isteri Rasulullah saw.)

MIMPI BERTEMU DENGAN RASULULLAH SAW

“Barang siapa bermimpi melihatku di dalam tidurnya maka sesungguhnya ia

benar-benar melihatku. Karena sesungguhnya syaitan tidak mampu

menyerupaiku. “(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari `Abdurrahman bin Mahdi, dari Sufyan, dari Abi Ishaq, dari Abil Akhwash, yang bersumber dari `Abdullah bin Mas’ud.”)

“Sesungguhnya Nabi saw. bersabda: “Barang siapa melihat aku pada waktu tidur (mimpi), maka sesungguhnya ia benar-benar melihat aku. Sesungguhnya syaitan tidak dapat menyerupaiku. ” Beliau bersabda lagi: “Dan mimpi orang yang Mu’min itu merupakan satu bagian dari 46 bagian sifat kenabian.”(Diriwayatkan oleh `Abdullah bin `Abdurrahman ad Darami, dari Mu’alla bin Asad, dari `Abdul `Aziz bin Mukhtar, dari Tsabit, yang bersumber dari Anas r.a.)


Published with Blogger-droid v2.0.4

biografi Habib syech bin abdulqodir assegaf

Habib Syech bin Abdulkadir Assegaf adalah salah satu putra dari 16 bersaudara putra-putri Alm. Al-Habib Abdulkadir bin Abdurrahman Assegaf ( tokoh alimdan imam Masjid Jami' Asegaf di Pasar Kliwon Solo), berawal dari pendidikan yang diberikan oleh guru besarnya yang sekaligus ayah handa tercinta, Habib Syech mendalami ajaran agama dan Ahlaq leluhurnya. Berlanjut sambung pendidikan tersebut olehpaman beliau Alm. Habib Ahmad binAbdurrahman Assegaf yang datang dari Hadramaout. Habib Syech juga mendapat pendidikan, dukungan penuh dan perhatian dari Alm. Al-Imam, Al-Arifbillah, Al-Habib Muhammad Anis bin Alwiy Al-Habsyi (Imam Masjid Riyadh dan pemegang magom Al-Habsyi). Berkat segala bimbingan, nasehat,serta kesabaranya, Habib Syech bin Abdulkadir Assegaf menapaki hari untuk senantiasa melakukan syiar cinta Rosull yang diawali dariKota Solo. Waktu demi waktu berjalan mengiringi syiar cinta Rosullnya, tanpa di sadari banyak umat yang tertarik dan mengikutimajelisnya, hingga saat ini telah ada ribuan jama'ah yang tergabung dalam Ahbabul Musthofa. Mereka mengikuti dan mendalami tetang pentingnya Cinta kepada Rosull SAW dalam kehidupan ini.Beliau jg adalah pendiri dan pengasuh majelis ta'lim, zikir, dan sholawat Ahbabul Musthofa Jawa tengah. Habib kelahiran Solo, 20 September 1961 ini juga pendiri FOSMIL. Habib Syech memiliki satu putri dan empat orang putra. Beliau tinggal di Jl.KH.Muzakir-Gg.Bengawan Solo VI No.12 Semanggi Kidul - Solo 57117


Published with Blogger-droid v2.0.4

Biografi ringkas Al Habib Hasan bin Ja’far bin Umar bin Ja’far Assegaf

bismillahirrahmanirrahim

Biografi ringkas Al Habib Hasan bin Ja’far bin Umar bin Ja’far Assegaf

 

Al-Habib Hasan Bin Ja`far Bin Umar Bin Ja`far Bin Syeckh Bin Segaf Bin Ahmad Bin Abdullah Bin Alwi Bin Abdullah Bin Ahmad Bin Abdurrahman Bin Ahmad Bin Abdurahman Bin Alwi Bin Ahmad Bin Alwi Bin Syeckh Abdurrahman Segaf Bin Muhammad Maula Dawilaih Bin Ali Bin Alwi Guyur Bin (Al-Faqihil Muqaddam) Muhamad Bin Ali Bin Muhammad Shohibul Marboth Bin 



Ali Gholi Ghosam Bin Alwi Bin Muhammad Bin Alwi Bin Ubaidillah Bin Ahmad Al-Muhajir Bin Isa Bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Sodiq Bin Muhammad Al-Baqir Bin Ali Zaenal Abidin Bin Al-Imam Husein Assibit Bin Imam Ali KWH Bin Fatimah Al-Batul Binti Nabi Muhammad SAW. 

Beliau lahir pada tahun 1977 di Kramat Empang Bogor, guru mengaji beliau di waktu kecil untuk mengenal huruf adalah Syaikh Usman Baraja dan di dalam bahasa Arab oleh Syaikh Abdul Qodir Ba’salamah, dalam ilmu Nahwu dah Shorof oleh Syaikh Ahmad Bafadhol.

Seperti biasanya di siang hari aktifitas beliau seperti aktifitas anak-anak pada umumnya yaitu belajar di SD, SMP, SMA dan di lanjutkan di IAIN Sunan Ampel Malang.

Beranjak dewasa beliau bersama kakeknya Al Habib Husein bin Abdulloh bin  Mukhsin Al Attas di rumah Habib Keramat Empang Bogor sering menyambut tamu-tamu yang mulia dan mendapatkan do’a-do’a dari mereka, di antara tamu tersebut adalah :

-         Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad Assegaf (Jeddah)

-         Al Habib Muhammad bin Alwi Al Maliki (Mekkah)

-         Al Habib Hasan bin Abdulloh As-Syathiri (Tarim)

-         Al Habib Umar bin Hud Al Attas (Cipayung, Bogor)

-         Al Habib Ahmad bin Muhammad Al Haddad (Condet, Jakarta)

-         Al Habib Muhammad bin Ali Habsyi (Kwitang, Jakarta)

-         Al Habib Abdulloh bin Husein Syami Al Attas (Jakarta)

-         Al Habib Muhammad bin Abdulloh Al Habsyi (Banyuwangi)

-         Al Habib Idrus Al Habsyi (Surabaya)

-         Al Habib Muhammad Anis bin Alwi AL Habsyi (Solo)

dan masih banyak lagi para alim ulama yang beliau temui di kala mereka ingin berziarah ke Maqam kakek beliau Al Habib Abdulloh bin Mukhsin Al Attas, di karenakan do’a-do’a dari para alim ulama tersebut akhirnya beliau dapat meneruskan belajar ke pesantren Darul Hadist Al Faqihiyah, Malang, Sebagai pengasuh dan pendiri yang mulia yaitu Al Imam Al Qutub Al Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bil Faqih dan Al Imam AL Qutub Al Habib Abdulloh bin Abdul Qadir Bil Faqih berserta putra-putranya selama beberapa tahun, dan meneruskan kepada beberapa guru yang di temuinya salah satunya adalah :

-         Syaikh Abdulloh Abdun

-         Al Habib Hasan bin Ahmad Baharun

-         Al Habib Al Alamah Al Barokah Abdurrahman bin Ahmad Assegaf

Ilmu dan pengalaman yang di carinya selama beberapa tahun menjadikan pengenalan yang lebih terhadap diri dan jati dirinya,  di karenakan keberkahan sang guru dan alim ulama.

          Selepas menuntut ilmu yang beliau cari dari kota Malang dan lain-lainnya beliau memutuskan untuk belajar bersama alim ulama yang berada di Jakarta dengan para Kiyai-Kiyai dan para Habaib.

          Selama 1 tahun beliau tidak keluar rumah kecuali untuk berziarah ke Maqom kakeknya Al Habib Abdulloh bin Mukhsin AL Attas dan menghabiskan waktunya di kamar untuk bersyukur dan bertafakur kepada Allah SWT guna mengamalkan ilmu yang telah di ajarkan oleh guru-guru beliau yang pada akhirnya beliau mendapatkan Bisyaroh (Petunjuk) untuk mengajarkan ilmu Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad SAW.

          Fitnah, cacian, makian serta hasut selalu menjadi kawan beliau dari ancaman dari orang-orang yang belum mendapat petunjuk Allah SWT, dengan hati yang teguh prinsip dan yakin akan kebesaran Allah SWT dan Rasul-Nya tidak membuat gentar perjuangan beliau untuk berdakwah, sehingga Allah menghendaki beberapa murid yang mengikuti beliau untuk menggali ilmu kepadanya, dan Allah pun tidak mendiamkan  hamba-hambanya yang berdekatan dengan beliau tanpa ujian.

          Cobaan terus berlanjut sampai akhirnya beliau di tinggal oleh Ayahandanya yaitu Al Habib Ja’far bin Umar Assegaf, kesabaran itulah jawabannya yang akhirnya Allah SWT mengizinkan dari hamba-hambanya yang hanya beberapa orang bertambah menjadi ratusan orang yang belajar menuntut ilmu kepadanya.

          Tahun demi tahun berlalu ujianpun bertambah tetapi karunai Allah SWT selalu di atas kepalanya yang kepada akhirnya Allah SWT menghibur dengan memperbanyak para hamba-hambanya untuk mengikutinya dan di namai perkumpulannya dengan nama “Majlis Nurul Musthofa”.

          Beliau menikahi salah satu cucu putri keturunan Rasululloh SAW yaitu Syarifah Muznah binti Ahmad Al Haddad (Al Hawi) dan mempunyai satu orang putri dan 2 orang putra kemudian Allah SWT menghibur beliau dengan mengaruniai satu bidang tanah yang untuk di tinggali oleh beliau dan keluarganya serta murid-muridnya sehingga Allah SWT mengizinkan pula kepada beliau untuk berziarah ke luar negri seperti Yaman, Abu Dabi, Arab Saudi, dll.

          Dengan karunia Allah SWT inilah Majlis Nurul Musthofa yang beliau bina dengan cara mensyiarkan Sholawat dan Salam kepada Nabi Muhammad SAW serta mengenalkan pribadi Rasululloh SAW sebagai suri tauladan manusia sehingga dapat merebut hati manusia sebanyak 50.000 orang untuk bersholawat kepada Rasululloh SAW setiap minggunya.

          Majlis yang beliau bina turut pula di do’akan oleh para alim ulama terkemuka pada zaman sekarang ini dan sempat duduk di  Majlisnya di antaranya adalah :

-         AL Habib Muhammad Anis bin Alwi Al Habsyi

-         Al Habib Abdurrahman bin Alwi Assegaf

-         Al Habib Abdurrahman bin Muhammad Al Habsyi

-         Al Habib Abdurrahman bin Muhammad Bil Faqih

-         Al Habib Salim bin Abdulloh As-Syathiri

Serta masih banyak lagi yang lainnya yang tersimpan kedatangan beliau di file Majlis Nurul Musthofa.

          Di dalam Majlis pun di bacakan Kitab  Annashohidiniyyah karangan Al Habib Abdulloh bin Alwi Al Haddad dan berbagai kitab lainnya yang di karang oleh para Salaffuna Sholihin.

          Semoga dengan sedikit biografi yang ringkas ini Allah selalu menjaga, melindungi syiar Islam di seluruh dunia dan menjadikan kita sebagai hamba-hamba Allah yang tidak putus dengan Rahmat-Nya.

          Terima kasih kami kepada umat Islam yang telah membantu Majlis Nurul Mustofa

sumber : www.majelisnurulmusthofa.org


Published with Blogger-droid v2.0.4

BIOGRAFI SINGKAT AL HABIB MUNZIR BIN FUAD AL MUSAWA



Bismillaahirrahmaanirrahiim,

BIOGRAFI SINGKAT AL HABIB MUNZIR BIN FUAD AL MUSAWA:


Nama beliau Munzir bin Fuad bin Abdurrahman Almusawa, dilahirkan di Cipanas Cianjur Jawa barat, pada hari jum’at 23 februari 1973, bertepatan 19 Muharram 1393H, setelah beliau menyelesaikan sekolah menengah atas, beliau mulai mendalami Ilmu Syariah Islam di Ma’had Assaqafah Al Habib Abdurrahman Assegaf di Bukit Duri Jakarta Selatan, lalu mengambil kursus bhs.Arab di LPBA Assalafy Jakarta timur, lalu memperdalam lagi Ilmu Syari’ah Islamiyah di Ma’had Al Khairat, Bekasi Timur, kemudian beliau meneruskan untuk lebih mendalami Syari’ah ke Ma’had Darul Musthafa, Tarim Hadhramaut Yaman pada tahun 1994, selama empat tahun, disana beliau mendalami Ilmu Fiqh, Ilmu tafsir Al Qur;an, Ilmu hadits, Ilmu sejarah, Ilmu tauhid, Ilmu tasawuf, mahabbaturrasul saw, Ilmu dakwah, dan ilmu ilmu syariah lainnya.

Habib Munzir Al-Musawa kembali ke Indonesia pada tahun 1998, dan mulai berdakwah, dengan mengunjungi rumah rumah, duduk dan bercengkerama dg mereka, memberi mereka jalan keluar dalam segala permasalahan, lalu atas permintaan mereka maka mulailah Habib Munzir membuka majlis, jumlah hadirin sekitar enam orang, beliau terus berdakwah dengan meyebarkan kelembutan Allah swt, yang membuat hati pendengar sejuk, beliau tidak mencampuri urusan politik, dan selalu mengajarkan tujuan utama kita diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah swt, bukan berarti harus duduk berdzikir sehari penuh tanpa bekerja dll, tapi justru mewarnai semua gerak gerik kita dengan kehidupan yang Nabawiy.Kalau dia ahli politik, maka ia ahli politik yang Nabawiy, kalau konglomerat, maka dia konglomerat yang Nabawiy, pejabat yang Nabawiy, pedagang yang Nabawiy, petani yang Nabawiy, betapa indahnya keadaan ummat apabila seluruh lapisan masyarakat adalah terwarnai dengan kenabawian, sehingga antara golongan miskin, golongan kaya, partai politik, pejabat pemerintahan terjalin persatuan dalam kenabawiyan, inilah Dakwah Nabi Muhammad saw yang hakiki, masing masing dg kesibukannya tapi hati mereka bergabung dg satu kemuliaan, inilah tujuan Nabi saw diutus, untuk membawa rahmat bagi sekalian alam. Majelisnya mengalami pasang surut, awal berdakwah ia memakai kendaraan umum turun naik bus, menggunakan jubah dan surban, serta membawa kitab-kitab.

Tak jarang beliau mendapat cemoohan dari orang-orang sekitar. Beliau bahkan pernah tidur di emperan toko ketika mencari murid dan berdakwah. Kini majlis taklim yang diasuhnya setiap malam selasa di Masjid Al-Munawar Pancoran Jakarta Selatan, yang dulu hanya dihadiri tiga sampai enam orang, sudah berjumlah sekitar 10.000 hadirin setiap malam selasa, Habib Munzir sudah membuka puluhan majlis taklim di seputar Jakarta dan sekitarnya, beliau juga membuka majelis di rumahnya setiap malam jum’at bertempat di jalan kemiri cidodol kebayoran, juga sudah membuka majlis di seputar pulau jawa, yaitu:

Jawa barat : Ujungkulon Banten, Cianjur, Bandung, Majalengka, Subang.

Jawa tengah : Slawi, Tegal, Purwokerto, Wonosobo, Jogjakarta, Solo, Sukoharjo, Jepara, Semarang,

Jawa timur : Mojokerto, Malang, Sukorejo, Tretes, Pasuruan, Sidoarjo, Probolinggo.

Bali : Denpasar, Klungkung, Negara, Karangasem.

NTB Mataram, Ampenan

Luar Negeri : Singapura, Johor, Kualalumpur.

Buku-buku yang sering menjadi rujukan beliau di majelisnya antara lain:

kitab As-syifa (Imam Fadliyat), Samailul Muhammadiyah (Imam Tirmidzi), Mukasyifatul Qulub (Imam Ghazali), Tambili Mukhdarim (Imam Sya’rani), Al-Jami’ Ash-Shahih/Shahih Bukhari (Imam Bukhari), Fathul Bari’ fi Syarah Al-Bukhari (Imam Al-Astqalani), serta kitab karangan Imam Al-Haddad dan kitab serta pelajaran yang didapat dari guru beliau Habib Umar bin Hafidh. Nama Rasulullah SAW sengaja digunakan untuk nama Majelisnya yaitu “Majelis Rasulullah SAW”, agar apa-apa yang dicita-citakan oleh majelis taklim ini tercapai.Sebab beliau berharap, semua jamaahnya bisa meniru dan mencontoh Rasulullah SAW dan menjadikannya sebagai panutan hidup.

Adapun guru-guru beliau antara lain:

Habib Umar bin Hud Al-Athas (cipayung), Habib Aqil bin Ahmad Alaydarus, Habib Umar bin Abdurahman Assegaf, Habib Hud Bagir Al-Athas, di pesantren Al-Khairat beliau belajar kepada Ustadz Al-Habib Nagib bin Syeikh Abu Bakar, dan di Hadramaut beliau belajar kepada Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Al-Arifbillah Sayyidi Syarif Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh bin Syeikh Abu Bakar bin Salim (Rubath Darul Mustafa), juga sering hadir di majelisnya Al-Allamah Al-Arifbillah Al-Habib Salim Asy-Syatiri (Rubath Tarim).

Dan yang paling berpengaruh didalam membentuk kepribadian beliau adalah Guru mulia Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Al-Arifbillah Sayyidi Syarif Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh bin Syeikh Abu Bakar bin Salim.

Salah satu sanad Guru beliau adalah:

Al-Habib Munzir bin fuad Al-Musawa berguru kepada Guru Mulia Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Al-Musnid Al-Arifbillah Sayyidi Syarif Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh bin Syeikh Abu Bakar bin Salim, Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Abdulqadir bin Ahmad Assegaf, Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Abdullah Assyatiri, Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi (simtuddurar), Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Abdurrahman Al-Masyhur (shohibulfatawa), Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abdullah bin Husen bin Thohir, Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Umar bin Seggaf Assegaf, Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Hamid bin Umar Ba’alawiy, Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Habib Al-Hafizh Ahmad bin Zein Al-Habsyi, Dan beliau berguru kepada Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad (shohiburratib), Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Husein bin Abubakar bin Salim, Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Imam Al-Allamah Al-Habib Abubakar bin Salim (fakhrulwujud), Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Ahmad bin Abdurrahman Syahabuddin, Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abdurrahman bin Ali (Ainulmukasyifiin), Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Ali bin Abubakar (assakran), Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abubakar bin Abdurrahman Assegaf, Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abdurrahman Assegaf, Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Muhammad Mauladdawilah, Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Ali bin Alwi Al-ghayur, Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Hafizh Al-Imam faqihilmuqaddam Muhammad bin Ali Ba’alawiy, Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Ali bin Muhammad Shahib Marbath, Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Muhammad Shahib Marbath bin Ali, Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Ali Khali’ Qasam bin Alwi, Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Alwi bin Muhammad, Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Muhammad bin Alwi, Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Alwi bin Ubaidillah, Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir, Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa Arrumiy, Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Isa Arrumiy bin Muhammad Annaqib, Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Muhammad Annaqib bin Ali Al-Uraidhiy, Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Ali Al-Uraidhiy bin Ja’far Asshadiq, Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Ja’far Asshadiq bin Muhammad Al-Baqir, Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin, Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Ali Zainal Abidin Assajjad, Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Imam Husein ra, Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Imam Ali bin Abi Thalib ra, Dan beliau berguru kepada Semulia-mulia Guru, Sayyidina Muhammad Rasulullah SAW, maka sebaik-baik bimbingan guru adalah bimbingan Rasulullah SAW.

Sanad guru beliau sampai kepada Rasulullah SAW, begitu pula nasabnya. Demikian biografi singkat ini dibuat mohon maaf apabila ada kesalahan.

dikutip dari: http://www.facebook.com/pages/Al-Habib-Munzir-bin-Fuad-Al-Musawa/292551755223?ref=mf


Published with Blogger-droid v2.0.4

Selasa, 03 April 2012

cinta nan hakikih

salam cinta rindu dan sayang kepada guru mulia a-habibana munzir bin fuad al-musawa wabilkhusus al-habi umar bin muhammad bin hafidz bin syeikh abu bakar bin salim.